Muqallid (Follower) Berlagak Mujtahid
- Muqallid (Follower) Berlagak Mujtahid -
Sehebat-hebatnya gembong Wahabi Ust. Yazid Jawas, beliau tetap manusia biasa yang pasti punya salah, termasuk dalam penyampaiannya ketika berdakwah.
Jadi, menganggap Ust. Yazid Jawas tak punya salah dan harus selalu dibela meski salah, itu sama dengan mengkultuskan manusia.
Dan, mengkultuskan manusia dalam teologi Salafi itu mendekati kemusyrikan. Sesuatu yang selama ini dikecam dalam teologi Salafi, tapi diam-diam para tokohnya menikmati dikultuskan.
Buktinya mereka melarang jamaah belajar dengan ustaz lain, majelis lain, buku lain, dan masjid lain.
Bukti lainnya bahwa jarang sekali kita menemukan di majelis asatiz salafi di Indonesia yang membuka ruang tanya jawab dua arah.
Umumnya hanya dibacakan satu arah. Bila ada yang hendak mendiskusikan, selalunya dicap dengan hadis soal larangan mendebat.
Maka, kalau mau konsisten dengan teologi ini, perlakukan Ust. Yazid sebagai manusia. Bukan seperti nabi yang maksum dari salah dan dosa.
Sekali lagi, sehebat-hebatnya beliau, tetaplah levelnya di level ustaz atau paling banter dai. Bukan faqih dan bukan mujtahid. Mujtahid dan faqih saja bisa salah, apalagi sekadar ustad atau dai.
Kalau kita mencermati ceramah-ceramah beliau, sebetulnya tak ada yang baru terkait hal-hal yang dibidahkan atau yang ditanya "dalilnya mana". Semua hanya pengulangan dari pendapat tokoh-tokoh Salafi di Timur Tengah, terutama Arab Saudi.
Saya bisa mengatakan demikian, karena saya pernah bekerja sebagai supervisor (penyelia) proyek penerjemahan fatwa ulama Salafi Arab Saudi ke dalam bahasa Indonesia yang dikerjakan mahasiswa S2 dan S3 di Timur Tengah.
Saat itulah saya tahu bahwa apa yang disampaikan asatiz Salafi di Indonesia hanya pengulangan dan tak ada yang baru. Bisa dikata mirip plek.
Itu artinya Ust Yazid sendiri sebetulnya muqallid (follower), bukan mujtahid. Begitu juga dengan asatiz Salafi yang lain, seperi Cak Firanda dan Akang Badrussalam.
Dan, kalau mau fair, ustaz-ustaz Salafi ini harus jujur kalau itu bukan pendapatnya, ya sampaikan bahwa itu bukan pendapatnya. Kalau itu bukan hasil penelitiannya, ya harus disampaikan itu bukan hasil penelitiannya. Singkatnya bila di level muqallid, janganlah berlagak seperti mujtahid.
Dr. Moch Syarif Hidayatullah, Lc.
Peneliti Kajian Salafi di Indonesia
Follow :
Instagram HWMI :
https://www.instagram.com/hubbul_wathon_
Twitter HWMI :
https://twitter.com/Hubbul_Wathon26
#islamitumudah
#HubbulWathonMinalIman
Sehebat-hebatnya gembong Wahabi Ust. Yazid Jawas, beliau tetap manusia biasa yang pasti punya salah, termasuk dalam penyampaiannya ketika berdakwah.
Jadi, menganggap Ust. Yazid Jawas tak punya salah dan harus selalu dibela meski salah, itu sama dengan mengkultuskan manusia.
Dan, mengkultuskan manusia dalam teologi Salafi itu mendekati kemusyrikan. Sesuatu yang selama ini dikecam dalam teologi Salafi, tapi diam-diam para tokohnya menikmati dikultuskan.
Buktinya mereka melarang jamaah belajar dengan ustaz lain, majelis lain, buku lain, dan masjid lain.
Bukti lainnya bahwa jarang sekali kita menemukan di majelis asatiz salafi di Indonesia yang membuka ruang tanya jawab dua arah.
Umumnya hanya dibacakan satu arah. Bila ada yang hendak mendiskusikan, selalunya dicap dengan hadis soal larangan mendebat.
Maka, kalau mau konsisten dengan teologi ini, perlakukan Ust. Yazid sebagai manusia. Bukan seperti nabi yang maksum dari salah dan dosa.
Sekali lagi, sehebat-hebatnya beliau, tetaplah levelnya di level ustaz atau paling banter dai. Bukan faqih dan bukan mujtahid. Mujtahid dan faqih saja bisa salah, apalagi sekadar ustad atau dai.
Kalau kita mencermati ceramah-ceramah beliau, sebetulnya tak ada yang baru terkait hal-hal yang dibidahkan atau yang ditanya "dalilnya mana". Semua hanya pengulangan dari pendapat tokoh-tokoh Salafi di Timur Tengah, terutama Arab Saudi.
Saya bisa mengatakan demikian, karena saya pernah bekerja sebagai supervisor (penyelia) proyek penerjemahan fatwa ulama Salafi Arab Saudi ke dalam bahasa Indonesia yang dikerjakan mahasiswa S2 dan S3 di Timur Tengah.
Saat itulah saya tahu bahwa apa yang disampaikan asatiz Salafi di Indonesia hanya pengulangan dan tak ada yang baru. Bisa dikata mirip plek.
Itu artinya Ust Yazid sendiri sebetulnya muqallid (follower), bukan mujtahid. Begitu juga dengan asatiz Salafi yang lain, seperi Cak Firanda dan Akang Badrussalam.
Dan, kalau mau fair, ustaz-ustaz Salafi ini harus jujur kalau itu bukan pendapatnya, ya sampaikan bahwa itu bukan pendapatnya. Kalau itu bukan hasil penelitiannya, ya harus disampaikan itu bukan hasil penelitiannya. Singkatnya bila di level muqallid, janganlah berlagak seperti mujtahid.
Dr. Moch Syarif Hidayatullah, Lc.
Peneliti Kajian Salafi di Indonesia
Follow :
Instagram HWMI :
https://www.instagram.com/hubbul_wathon_
Twitter HWMI :
https://twitter.com/Hubbul_Wathon26
#islamitumudah
#HubbulWathonMinalIman
No comments for "Muqallid (Follower) Berlagak Mujtahid"
Post a Comment